Mengapa Harga Daging Naik Saat Lebaran?
Sudah
seperti tradisi setiap tahunnya ketika menjelang Ramadan dan Idul Fitri, harga
sembako di pasar mengalami kenaikan. Kenaikan ini berada pada rentang harga
yang bervariasi. Ada yang meningkat signifikan ada juga yang tidak. Namun
fenomena ini seolah lumrah terjadi ketika momen menjelang Ramadan dan Lebaran.
Sebenarnya apa akar masalah ini? Apakah hanya karena faktor supply dan demand
yang timpang? Mungkin bisa jadi begitu, tapi pasti ada beberapa hal lain yang
memengaruhi.
Berikut ini
adalah beberapa alasan yang yang melatarbelakangi terjadinya kenaikan harga
sembako di pasar kala jelang Ramadan dan Lebaran.
1. Politik Sembako Menjelang Lebaran
Pasar tradisional.
Alasan pertama menurut Mania Telo adalah adanya
politik sembako saat menjelang lebaran. Memang, kebutuhan dan permintaan
sembako yang ada di Indonesia sangat spesifik ketika menjelang hari raya.
Apalagi ditambah dengan mayoritas umat muslim di Indonesia yang mempunyai
kebiasaan unik yang tidak ditemui di negara lain. Kebiasaan ini kemudian
menyebabkan meningkatkan perilaku konsumsi di masyarakat. Oleh karena itu tidak
jarang faktor supply dan demand menjadi alasan. Sayangnya, hal ini tidak
diimbangi dengan kecepatan distribusi. Menurut Mania, penyebabnya adalah produk
sembako merupakan komoditas yang mengalami fluktuasi dengan berbagai faktor.
Bahkan seperti cuaca hingga kurs mata uang dapat memengaruhi. Karena itulah
muncul kecurigaan dan tuduhan adanya kartel (penimbunan) dan macam-macam
tuduhan lainnya pada pengusaha dan ini bisa dikatakan sebuah bentuk intimidasi.
Dalam permainan harga ini pemerintah pasti tahu lebih banyak. Karena yang
bermain di distribusi seperti ini tidak cukup banyak. Apalagi untuk permainan
bahan sembako impor. Jadi, ketika harga semakin mahal karena pemain impor ikut
"bermain mata" maka tidak usah lagi ada tuduhan kartel. Oleh karena
itu Presiden harus membereskan aturan tata niaga yang masih menimbulkan harga
sembako malah menjadi mahal dan tidak stabil.
2.
Gagalnya
Intervensi Pemerintah pada Daging Sapi Penjual daging sapi.
Pemerintah terus berupaya untuk menekan harga daging
sapi agar tetap berada pada kondisi yang stabil yaitu pada harga Rp 80 ribu per
kilogram. Namun sebenarnya yang perlu diperhatikan menurut Reinhard Hutabarat
adalah keseimbangan. Nah di situlah peran pemerintah sebagai regulator yang
mampu mengatur keseimbangan yang menguntungkan bagi semua pihak. Dalam kepentingan
bisnis daging sapi ini pemerintah tentu perlu memerhatikan beberapa pihak yang
terlibat. Pertama adalah peternak. Bagi peternak biaya yang paling besar adalah
pengadaan bakalan atau anakan sapi. Jika pemerintah mau mensubsidi harga
bakalan atau anakan sapi maka harga daging bisa ditekan. Kedua, konsumen. Ini
adalah letak persoalan terbesar. Konsumen langsung biasanya membeli daging sapi
jenis tertentu sedangkan konsumen tak langsung membeli semua jenis daging yang
ada. Ketiga adalah pedagang. Pedagang adalah pihak yang membuat ketentuan laba
sebuah komoditas. Di sini pedagang juga memegang peranan penting.
3. Harga Sembako Menjelang Ramadhan dan
Idul Fitri: Plus Minus Kebijakan Jokowi dan Habibie Presiden Joko Widodo dan
Mantan Presiden BJ Habibie.
Habibie adalah sosok yang pernah menjadi orang nomor
satu di Indonesia dan tentu saja keahliannya dalam teknologi tidak diragukan.
Namun untuk masalah manuver politik, Jokowi lebih ahli. Namun menurut Almizan
Ulfa Jokowi jelas kalah dalam kemampuan mengendalikan harga sembako. Meski
dalam masa pemerintahan yang singkat, Habibie terbukti mampu menekan harga
sembako tetap berada pada harga yang wajar. Dan lebih hebat lagi pengendalian
tersebut tidak memerlukan dana APBN. Sebenarnya perbedaan yang terlihat adalah
kebijakan yang diambil. Pada masa pemerintahan Jokowi saat ini menurut Almizan,
merogoh kocek APBN dalam jumlah yang besar. Ini mencakup anggaran yang
dikucurkan Perum Bulog sebesar 5 triliun serta anggaran kedaulatan pangan
sebesar 4,2 triliun. Selain itu Menteri Perdagangan juga terlihat kurang
koordinasi, Menteri Pertanian menyatakan ini adalah anomali dan masih ada
beberapa lagi yang miskoordinasi. Inilah yang harus segera dibenahi.
4.
Harga
Daging: Mari Berpikir Rasional Daging sapi di pasar tradisional.
Keinginan pemerintah selama Ramadan dan Lebaran agar
daging sapi berada pada harga yang ideal menimbulkan pertanyaan, apakah benar
akan terealisasi? Melihat hal ini, Ronny Noor kemudian menjabarkan bahwa ada
beberapa fakta yang harus diperhatikan. Pertama, produksi daging nasional
memang kurang. Fakta menunjukkan produksi daging nasional hanya mampu mencukupi
maksimal sekitar 85% kebutuhan daging nasional. Oleh karena itu untuk menutup
kekurangan suplai ini maka pemerintah harus melakukan impor. Fakta kedua,
haruskah mengimpor daging hanya dari Australia? Salah satu alasan utama mengapa
sampai saat ini kita mengandalkan daging impor dari Australia adalah masalah
aturan terkait dengan penyakit mulut dan kuku. Adanya aturan inilah membuat
ketergantungan Indonesia akan supplai daging dan ternak hidup dari Australia
semakin kronis yang berujung pada tingginya harga daging di pasaran karena
tidak adanya persaingan harga. Ketiga, impor sapi hidup memang pilihan utama.
Aturan yang ada saat ini yang sebenarnya mengharuskan pihak pengimpor untuk
memelihara sapi impornya sampai batas waktu tertentu dinilai masih memadai.
Keempat, harus berani berkeringat. Penanganan serius memang tengah dilakukan
oleh pihak yang berwenang. Dan ini tertuang dalam kedaulagan dan keamanan
pangan nasional. Namun selama akar masalahnya tidak diatasi maka lonjakan
daging sapi akan tetap jadi ritual tahunan. (YUD)
sumber :
http://www.kompasiana.com/kompasiana/4-alasan-mengapa-harga-sembako-naik-saat-lebaran_576d01aad27e611907da10b8
0 comments: