Kasus Perlindungan Konsumen
- Hak konsumen
- Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/ atau jasa
- Hak untuk memilih barang dan/ atau jasa serta mendapatkan barang dan atau jasa, sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan
- Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan atau jasa
- Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/ atau jasa yang digunakan
- Hak untuk mendapatkan advokasi perlindungan konsumen dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut
- Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen
- Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif berdasarkan suku, agama, budaya, daerah, pendidikan, kaya, miskin, dan status sosialnya
- Hak untuk mendapat kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian apabila barang dan/ atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.
- Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya
- Kewajiban konsumen
- Membaca, mengikuti petunjuk informasi, dan prosedur pemakaian, atau pemanfaatan barang dan/ atau jasa demi keamanan dan keselamatan
- Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/ atau jasa
- Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati
- Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut
Asas
Perlindungan Konsumen
Perlindungan
konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama berdasarkan lima asas yang
relevan dalam pembangunan nasional, yakni:
- Asas Manfaat adalah segala upaya dalam menyelenggarakan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan.
- Asas Keadilan adalah memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil.
- Asas Keseimbangan adalah memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil maupun spiritual.
- Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen adalah untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.
- Asas Kepastian Hukum adalah pelaku maupun konsumen mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen serta negara menjamin kepastian hukum.
Tujuan
Perlindungan Konsumen
Tujuan
perlindungan konsumen meliputi:
- Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri
- Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkan dari ekses negatif pemakaian barang dan/ atau jasa
- Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen
- Menetapkan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapat informasi
- Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen, sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha
- Meningkatkan kualitas barang dan/ atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/ atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.
Contoh Kasus
Perlindungan Konsumen
“Bedah Kasus
Konsumen Fidusia”
Pengaduan
konsumen tentang pembayaran angsuran motor melalui jaminan fidusia masih marak
terjadi hingga kini. Adanya kebutuhan konsumen dan stimulus kemudahan dari
sales perusahaan penjual motor menjadikan proses jual-beli lebih
mudah, bahkan bagi seorang tukang becak sekalipun yang pendapatan
hariannya relatif rendah. Permasalahan mulai timbul ketikakonsumen tidak mampu
membayar kredit motor, yang membuat erusahaan mencabut hak penguasaan kendaraan
secara langsung.
Pada umumnya
praktek penjualan motor dilakukan sales dengan iming-iming
kemudahan memperoleh dana untuk pembayaran dengan jaminan fidusia,
dimana persyaratannya sederhana, cepat, dan mudah sehingga konsumen kadang
tidak pemperhitungkan kekuatan finansialnya. Sementara klausula baku yang telah
ditetapkan pelaku usaha diduga terdapat informasi terselubung yang dapat
merugikan konsumen. Untuk itu, mari kita cermati bedah kasus fidusia di bawah
ini:
Kasus Posisi
LAS yang
berprofesi sebagai tukang becak, membeli kendaraan sepeda motor Kawasaki hitam,
selanjutnya NO meminjamkan identitasnya untuk kepentingan LAS dalam mengajukan
pinjaman pembayaran motor tersebut dengan jaminan fidusia kepada PT. AF. Hal
ini bisa terjadi karena fasilitasi yang diberikan oleh NA, sales perusahaan
motor tersebut. Kemudian konsumen telah membayar uang muka sebesar Rp.
2.000.000,- kepada PT. AF dan telah mengangsur sebanyak 6 kali (per angsuran
sebesar Rp. 408.000,-). Namun ternyata pada cicilan ke tujuh, konsumen terlambat
melakukan angsuran, akibatnya terjadi upaya penarikan sepeda motor dari PT. AF.
Merasa
dirugikan, konsumen mengadukan masalahnya ke Lembaga Perlindungan Konsumen
Swadaya Masyarakat (LPKSM)Bojonegoro. Kemudian karena tidak mampu melakukan
Pembayaran, maka LAS menitipkan obyek sengketa kepada LPKSM disertai berita
acara penyerahan.Akibatnya LAS/NO dilaporkan oleh PT. AF dengan dakwaan
melakukan penggelapan dan Ketua LPKSM didakwa telah melakukan penadahan.
Penanganan
Kasus
Menyikapi kasus
fidusia tersebut, BPKN bersama dengan Direktorat Perlindungan Konsumen
Departemen Perdagangan menurunkan Tim Kecil ke Bojonegoro, untuk meneliti dan
menggali 2 informasi kepada para pihak terkait. Hasilnya dijadikan sebagai
bahan kajian dan telaahan hukum pada Workshop Bedah Kasus Pengaduan Konsumen
melalui Lembaga Fidusia, sebagai berikut:
1. Ketentuan
dalam klausula baku
Pada umumnya
jual beli sepeda motor diikuti dengan perjanjian pokok yang merupakan klausula
baku. Saat konsumen
mencermatinya,
terdapat beberapa ketentuan yang seringkali muncul, namun tidak memenuhi
ketentuan Ps. 18 UU No. 8
Tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) diantaranya sebagai berikut:
a. menyatakan
pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun
tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan
dengan kendaraan bermotor yang dibeli konsumen;
b. menyatakan
bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak
tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan fidusia terhadap barang yang
dibeli konsumen secara angsuran.
c. Mencantumkan
klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat
dibaca secara jelas, atau yang pengungkapannya sulit dimengerti. Klausula baku
tersebut sifatnya batal demi hukum dan pelaku usaha wajib menyesuaikannya
dengan ketentuan UUPK.
2.
Pendaftaran Jaminan Fidusia
PT. AF
ternyata tidak mendaftarkan jaminan fidusia ke Kantor Pendaftaran Fidusia,
sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 42 Tahun 1999.Akibatnya perjanjian jaminan
fidusia menjadi gugur dan kembali ke perjanjian pokok yaitu perjanjian hutang
piutang biasa (akta dibawah tangan). Bila jaminan fidusia terdaftar, PT. AF
memiliki hak eksekusi langsung (parate eksekusi) untuk menarik kembali motor
yang berada dalam penguasaan konsumen. Namun bila tidak terdaftar, berarti PT.
AF tidak memiliki hak eksekusi langsung terhadap objek sengketa karena
kedudukannya sebagai kreditor konkuren, yang harus menunggu penyelesaian utang
bersama kreditor yang lain.
3. Hak
Konsumen atas Obyek Sengketa
Konsumen
telah membayar 6 kali angsuran, namun terjadi kemacetan pada angsuran
ketujuh.Ini berarti konsumen telah menunaikan sebagian kewajibannya sehingga
dapat dikatakan bahwa di atas objek sengketa tersebut telah ada sebagian hak
milik debitor (konsumen) dan sebagian hak milik kreditor.
Tips bagi Konsumen
Rendahnya
daya tawar dan pengetahuan hukum konsumen seringkali dimanfaatkan oleh lembaga
pembiayaan yang menjalankan praktek jaminan fidusia dengan akta di bawah
tangan.
Untuk itu,
perhatikanlah tips bagi konsumen sebagai berikut:
1. Konsumen
dihimbau beritikad baik untuk selalu membayar angsuran secara tepat waktu.
2. konsumen
dihimbau untuk lebih kritis dan teliti dalam membaca klausula baku, terutama
mengenai:
a. hak-hak dan kewajiban para pihak
b. kapan perjanjian itu jatuh tempo;
c. akibat hukum bila konsumen tidak dapat memenuhi kewajibannya
(wanprestasi)
3. Bila
ketentuan klausula baku ternyata tidak sesuai dengan ketentuan UUPK dan UUF,
serta merugikan konsumen, maka pelaku usaha harus diminta untuk menyesuaikannya
dengan ketentuan tersebut.
4. Bila
terjadi sengketa, konsumen dapat memperjuangkan hak-haknya dengan meminta
pertimbangan dan penyelesaian melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen.
"Jual
Bakso Daging Celeng, Pria Ini Dipidanakan"
Petugas dari
Suku Dinas Peternakan, Perikanan, dan Kelautan menunjukan merek bakso yang
mengandung daging babi di mobil laboratorium, Tomang, Jakarta Barat,Jumat
(14/12). TEMPO/Marifka Wahyu Hidayat.
TEMPO.CO, Jakarta - Seorang pedagang daging giling terbukti menjual daging celeng yang disamarkan sebagai daging sapi. Daging giling itu biasa digunakan untuk bahan baku bakso. "Sudah diperiksa di laboratorium, hasilnya memang benar itu daging celeng," kata Kepala Seksi Pengawasan dan Pengendalian Suku Dinas Peternakan dan Perikanan Jakarta Barat, Pangihutan Manurung, Senin, 5 Mei 2014.
Menurut Pangihutan, instansinya mendapat laporan tentang penjualan daging celeng di di Jalan Pekojan III Tambora, Jakarta Barat. Penjualnya bernama bernama Sutiman Wasis Utomo, 55 tahun. "Laporannya pekan lalu, dan langsung kami tindaklanjuti," kata Pangihutan.
Sutiman selama ini dikenal sebagai pengusaha rumahan yang menjual bakso olahan untuk penjual bakso keliling. Sehari setelah laporan masuk, seorang pegawai Suku Dinas Peternakan membeli bakso tersebut dan memeriksanya di laboratorium. Hasil pemeriksaan menyatakan daging bakso itu mengandung daging babi hutan atau celeng.
Kepada para anggota tim pengawasan dari Suku Dinas Peternakan, Sutiman mengaku membeli daging tersebut dari seorang lelaki bernama John, yang berdomisili di Cengkareng, Jakarta Barat. Anggota tim saat ini sedang melacak arus distribusi bakso olahan Sutiman.
Menurut Pangihutan, daging celeng yang dijual Sutiman tak melalui pengawasan oleh Suku Dinas Peternakan. Celeng tersebut diburu di berbagai daerah di Pulau Jawa dan langsung dipasarkan secara terselubung. "Tak ada jaminan daging yang dipasarkan itu sehat dan layak dikonsumsi," katanya.
Atas perbuatan tersebut, Dinas Peternakan melaporkan Sutiman ke Polsek Penjaringan. Dia dijerat Pasal 62 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen. Sutiman dianggap menipu konsumen karena tak menyebutkan bahan baku sebenarnya dan mengabaikan standar kesehatan. "Dia melanggar karena tak melewati proses pengawasan dengan menggunakan babi dari rumah potong dan berterus terang kepada pembeli," kata Pangihutan.
Analisis :
Dapat kita
lihat di kasus ini terjadi dimana penjual daging ini tidak mengatakan kepada
konsumennya bahwa daging yang dia buat menjadi bakso itu adalah daging celeng.
Kita harus ketahui bahwa hak konsumen adalah hak atas kenyamanan, keamanan, dan
keselamatan dalam mengkonsumsi barang atau jasa. Dan konsumen akan sangat
dirugikan sekali bila mereka mengetahui bahwa daging yang dibelinya itu tidak
sesuai dengan kemasannya yang tertulis daging sapi.
Dan sebagai
pelaku usaha seharusnya penjual daging ini memberikan informasi yang benar,
jelas dan jujur mengenai kondisi barang yang dijualnya. Pelaku telah melakukan
perbuatan yang dilarang oleh undang-undang dimana ketidaksesuaiaannya isi
barang dengan label kemasannya yang dituliskan daging sapi padahal didalamnya
daging celeng.
Seperti yang
dikatakan berita diatas, pelaku terjerat Pasal 62 Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1999 tentang perlindungan konsumen, pasa ini berisikan bahwa :
- Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c,huruf e, ayat (2) dan Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah).
- Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13 ayat (1), Pasal 14, Pasal 16, dan Pasal 17 ayat (1) huruf d dan huruf f dipidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
- Terhadap pelanggaran yang mengakibatkan luka berat, sakit berat, cacat tetap atau kematian diberlakukan ketentuan pidana yang berlaku
sumber : http://radidatia.blogspot.co.id/2015/07/contoh-kasus-pelanggaran-perlindungan.html
0 comments: